Saya mencoba menebak bahwa sebagian besar dari kalian menggunakan Telkomsel sebagai operator seluler pilihan, benar bukan? Tebakan saya bukan tanpa alasan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh GSMA Intelligence, hingga kuartal ketiga 2015 Telkomsel masih mendominasi pangsa pasar tanah air sebesar 45% dengan jumlah pengguna yang mencapai angka 150 juta pelanggan. Tapi tahukah kalian bahwa keberhasilan yang diraih Telkomsel saat ini dibangun dengan perjuangan yang begitu berat?
Cerita bermula di awal 1990an, ketika itu santer terdengar kabar bahwa teknologi yang memungkinkan manusia untuk saling berkomunikasi tanpa kabel akan segera terwujud. Teknologi itu bernama Global System for Mobile Communication atau disingkat GSM. PT. Telkom sebagai raksasa telekomunikasi saat itu masih menikmati indahnya pembayaran tarif telepon fixed line. Telkom terbuai dengan pembayaran yang bersumber dari telepon rumah, namun tidak bagi sebagian kecil manajemen yang meyakini bahwa perubahan besar dalam industri telekomunikasi akan segera datang. Singkat cerita berdirilah Telkomsel di tahun 1995.
Di masa awal pendiriannya, Telkomsel terseok-seok dalam menghadirkan layanan. Teknologi yang dimiliki masih belum merata dengan jumlah pelanggan yang minim. Ibarat membangun kapal di atas gunung, tidak sedikit pesimisme dan cibiran berdatangan yang justru berasal dari induk usaha mereka sendiri. Namun sejarah telah dituliskan. Teknologi GSM berkembang dengan pesat, perangkat seluler menyesaki saku-saku penduduk Indonesia, dan telepon rumah perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Telkomsel yang dahulu dicibir kini sukses menyelamatkan Telkom dari kehancuran dan menjadi penyumbang utama pendapatan usaha Grup Telkom.
Belajar dari kisah Telkomsel di atas, kita menyadari bahwa dunia ini berkembang dengan sedemikian pesatnya. Sekat-sekat yang dahulu kita anggap tidak dapat kita jamah, kini dengan mudahnya dapat kita tembus. Pergerakan dari satu tempat ke tempat lain hingga komunikasi antar penjuru dunia dapat kita lakukan dengan mudah. Teknologilah yang menjadi motornya. Dahulu kita berkomunikasi dengan mengunakan burung merpati atau dengan menuliskan surat. Kini dengan teknologi, kita cukup memainkan smartphone sambil bersantai di rumah untuk berkomunikasi, katakanlah dengan saudara yang berada beratus-ratus kilometer jauhnya, real time!
Perkembangan teknologi memang tidak dapat dielakkan. Suka atau tidak suka, kita harus menerima teknologi yang bertubi-tubi mengisi seluruh sendi-sendi kehidupan kita. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa teknologi juga membawa dampak buruk bagi kehidupan. Kurangnya sosialisasi dengan masyarakat dan pengaruh budaya buruk dari luar adalah sedikit dari argumen yang menjelaskan dampak buruk teknologi bagi kehidupan. Namun kembali lagi, teknologi hanyalah alat. Baik atau buruknya dampak dari penggunan teknologi sangat bergantung dari bagaimana kita menggunakan teknologi tersebut. Dengan kata lain, kuncinya bukanlah di teknologi itu sendiri,melainkan ada pada user yang menggunakannya.
Dalam konteks organisasi, teknologi haruslah menjadi perhatian utama. Teknologi berperan sebagai katalisator dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Technology makes everything easier, mulai dari pemberian layanan ke pelanggan, pemilihan pemasok, hingga pengerjaan tugas-tugas administrasi dan klerikal lainnya. Pada akhirnya penguasaan teknologi akan meningkatkan keunggulan kompetitif dan daya saing organisasi. Sejarah menunjukkan siapa saja yang tidak akrab dengan teknologi akan tertinggal. Tersisihnya ojek pangkalan dengan ojek online merupakan salah satu contoh.
Teknologi tidak hanya memainkan peran yang dominan di sektor swasta, tetapi juga di sektor pemerintah. Tulisan ini akan mengetengahkan bagaimana otoritas perpajakan dapat memanfaatkan teknologi yang semakin canggih untuk mendukung pencapaian target penerimaan pajak yang telah ditetapkan.
Setidaknya ada tiga cara bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan oleh otoritas perpajakan sebagai upaya untuk mencapai target penerimaan pajak. Pertama, teknologi membantu meningkatkan nilai kepada pelanggan, dalam hal ini Wajib Pajak. Otoritas perpajakan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Bentuk pelayanan tersebut dapat berupa konsultasi seputar perpajakan ataupun kemudahan dalam penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak yang terutang.
Pemanfaatan teknologi memiliki dampak yang signifikan mengingat karakteristik geografis Indonesia yang sedemikian luas dan tersebar dalam puluhan ribu pulau. Otoritas perpajakan menjadi lebih mudah menjangkau Wajib Pajak dan demikian pula Wajib Pajak menjadi lebih mudah memperoleh akses perpajakan yang merupakan hak mereka. Pendaftaran dan pelaporan pajak secara online serta beragam cara dan mekanisme pembayaran pajak merupakan sedikit contoh manfaat teknologi dalam pemberian layanan kepada Wajib Pajak. Pada akhirnya kepuasaan Wajib Pajak akan meningkatkan trust kepada otoritas perpajakan dan berimplikasi pada tingkat kepatuhan (compliance) yang tinggi.
Kedua yaitu teknologi meningkatkan kemampuan otoritas perpajakan dalam melaksanakan fungsi pengawasan atas kepatuhan Wajib Pajak. Kita patut menyadari bahwa tidak semua Wajib Pajak merupakan Wajib Pajak yang patuh. Untuk memberikan rasa keadilan, sudah menjadi kewajiban otoritas perpajakan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penegakan hukum bagi Wajib Pajak yang tergolong tidak patuh.
Dengan menggunakan teknologi, otoritas perpajakan menjadi lebih mudah, cepat, dan akurat dalam melaksanakan fungsi pengawasan kepada Wajib Pajak. Pemanfaatan teknologi mempersempit ruang Wajib Pajak untuk terlibat dalam upaya penghindaran pajak. Sebagai contoh implementasi e-faktur memberikan kemudahan otoritas pajak untuk mengawasi dan mencegah penggunaan faktur pajak fiktif oleh para para Pengusaha Kena Pajak (PKP). Contoh lainnya adalah penggunaan teknologi geotagging yang berguna dalam pemetaan wilayah guna mengetahui potensi pajak yang ada dalam wilayah tersebut. Hal ini membantu otoritas perpajakan dalam memperluas basis data perpajakan yang selama ini tidak dapat dilakukan secara manual karena terkendala kondisi geografis.
Pengawasan dan penegakan hukum yang sedemikian mudah, cepat, dan akurat dengan teknologi akan meningkatkan legitimasi (legitimate power)—dan bukan coercive power—otoritas perpajakan di mata Wajib Pajak. Hal ini akan memberikan dampak positif berupa peningkatan angka kepatuhan (compliance) serta penerimaan pajak (tax revenue).
Terakhir, teknologi membantu otoritas perpajakan dalam pelaksanaan fungsi administrasi sehari-hari. Meskipun tidak secara langsung berimplikasi terhadap penerimaan pajak, tetapi fungsi tersebut berperan sebagai penyangga atau supporting unit dalam mendukung pencapaian target penerimaan perpajakan. Dengan penggunaan teknologi, pelaksanaan fungsi administrasi menjadi lebih mudah dan cepat serta mendorong operasional organisasi menjadi lebih efisien dan efektif. Bayangkan saja jika kalian harus mengadministrasikan puluhan juta dokumen perpajakan secara manual, tentu ribet bukan?
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, telah nyata dan jelas bagaimana teknologi memberikan dampak positif yang signifikan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi otoritas perpajakan khususnya dalam pencapaian target penerimaan pajak. Namun demikian, bukan berarti dalam tataran implementasinya akan berjalan dengan mulus tanpa ada halangan dan hambatan yang berarti.
Hambatan utama yang dihadapi adalah menyangkut biaya investasi teknologi yang sangat besar. Sementara di satu sisi, ruang fiskal APBN sebagai sumber pendanaan sangat terbatas sehingga tidak jarang rencana pengimplementasian teknologi menjadi tertunda. Belum lagi perkembangan teknologi yang sedemikian cepat sehingga tidak menutup kemungkinan teknologi yang saat ini begitu canggih menjadi usang dalam beberapa tahun kemudian. Selain itu terdapat pula risiko kesalahan dalam pemilihan teknologi yang justru tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Dibalik itu semua, teknologi tetaplah vital bagi sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebesar apapun hambatan dan rintangan dalam pengimplementasian teknologi haruslah dihadapi dengan teguh. Bukankah perjuangan itu mesti pahit karena buahnya akan terasa manis?
Referensi:
Ini Urutan Dominasi Operator Seluler Tanah Air. Dapat diakses di http://wartaekonomi.co.id/read/2015/10/01/74677/ini-urutan-dominasi-operator-seluler-tanah-air.html
Laporan Keuangan Telkom Semester I Tahun 2015, Bisnis Seluler dan Data Masih Menjadi Kontributor Utama Pendapatan Telkom. Dapat diakses di http://www.telkom.co.id/laporan-keuangan-telkom-semester-i-tahun-2015-bisnis-seluler-dan-data-masih-menjadi-kontributor-utama-pendapatan-telkom.html
Erich Kirchler, Erik Hoelzl, dan Ingrid Wahl. ”Enforced versus Voluntary Tax Compliance: The “Slippery Slope” Framework”. Journal of Economic Psychology 29 (2008) 210-225.