Dalam proses likuidasi perusahaan, pajak merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan oleh likuidator. Hal ini dikarenakan likuidator merupakan wakil perusahaan dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu kami merangkum poin-poin penting berkaitan dengan perlakuan pajak bagi perusahaan yang sedang dalam proses likuidasi.
A. Aspek Pajak Penghasilan (PPh)
Poin-poin penting dalam proses likuidasi perusahaan yang berkaitan dengan PPh antara lain sebagai berikut:
- Keuntungan karena pembebasan utang. Ketika kreditur memberikan pembebasan atau menghapus utang perusahaan, maka perusahaan mengakui keuntungan dari pembebasan utang tersebut sebagai penghasilan. Dikecualikan dari aturan ini adalah bagi perusahaan yang termasuk ke dalam kategori debitur kecil, yaitu apabila plafon kredit yang mereka terima tidak melebihi Rp350 juta.
- Piutang yang tak tertagih. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dapat dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan.
- Keuntungan karena pengalihan harta. Ketika perusahaan melakukan penjualan atau pengalihan harta maka setiap keuntungan dari pengalihan harta diakui sebagai penghasilan.
- Pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 (2) sebesar 5% dari nilai transaksi.
- Dividen. Pembayaran kembali kepada pemegang saham yang melebihi jumlah modal disetor dalam proses likuidasi dianggap sebagai pembayaran dividen kepada pemegang saham.
B. Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Poin-poin penting dalam proses likuidasi perusahaan yang berkaitan dengan PPN antara lain sebagai berikut:
- Pengalihan atas aktiva. Perusahaan harus memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) berupa aktiva dan persediaan yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.
- Aktiva dan persediaan yang tersisa. Barang Kena Pajak (BKP) berupa aktiva dan persediaan yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan merupakan objek PPN.
C. Penagihan Seketika dan Sekaligus
Apabila terdapat tanda-tanda perusahaan akan dibubarkan, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.
D. Kedudukan Likuidator
Likuidator menjadi wakil perusahaan dalam likuidasi dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Likuidator bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Likuidator yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta perusahaan dalam yang dilikuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut. Hal ini dikarenakan negara memiliki hak mendahului untuk utang pajak atas harta-harta milik perusahaan. Hak mendahului menjadi daluwarsa setelah melebihi jangka waktu lima tahun.
E. Proses Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
Sepanjang NPWP belum dihapus, perusahaan dalam proses likuidasi tetap melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya seperti menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang. Proses pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan tersebut diwakili oleh likuidator.
Proses penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan. Likuidator dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dengan melampirkan dokumen pembubaran perusahaan. Di samping itu, DJP dapat melakukan proses penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan tanpa harus menunggu permohonan tersebut disampaikan.
Proses penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP bagi perusahaan yang dilikuidasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Proses pemeriksaan tersebut termasuk ke dalam kategori pemeriksaan rutin, dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes), dan untuk tahun pajak bersangkutan, tetapi bisa diperluas ke tahun dan masa pajak sebelumnya.
Jangka waktu penghapusan NPWP bagi perusahaan dilakukan paling lama selama 12 bulan. NPWP dihapus ketika memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
- Tidak memiliki utang pajak
- Tidak mengajukan upaya hukum dan administrasi
- Seluruh NPWP cabang telah dihapus
Referensi:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 130 Tahun 2000 Tentang Pengecualian Sebagai Objek Pajak atas Keuntungan Karena Pembebasan Utang Debitur Kecil
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak