Studi-studi awal mengenai tax enforcement pada umumnya menyinggung tentang bagaimana tax enforcement menjadi salah satu tool bagi otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan. Sebagaimana tergambar dalam Slippery Slope Framework, power of authorities bersama-sama dengan trust in authorities berperan sebagai pondasi dimana kepatuhan dapat terbangun. Namun, tax enforcement diposisikan hanya sebagai secondary effort karena pada dasarnya kepatuhan terjadi karena individu menilai penyediaan barang publik dari pajak yang mereka bayarkan, dan mereka akan tetap membayar pajak untuk memperoleh itu meskipun tidak ada sanksi atas ketidakpatuhan.
Meskipun demikian, penelitian-penelitian yang dilakukan setelahnya lebih memberi tempat dan arti penting bagi pelaksanaan tax enforcement. Tax enforcement tidak lagi hanya dihubungkan dengan bagaimana meningkatkan kepatuhan. Lebih dari itu, pemahaman atas tax enforcement kini semakin meluas dan meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti dalam kaitannya dengan tata kelola perusahaan (corporate governance).
Berdasarkan teori keagenan, pemegang saham selaku prinsipal memberikan kewenangan kepada manajemen untuk membuat keputusan-keputusan bisnis yang dapat meningkatkan nilai perusahaan (earning management). Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, manajemen mendapat tekanan dari pemegang saham untuk memaksimalkan income dan meminimalkan expense—termasuk beban pajak. Hal ini dapat mengakibatkan manajemen bersikap agresif dalam pelaporan keuangannya (aggressive financial reporting), baik sesuai atau tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Ironisnya, terdapat korelasi positif antara aggressive financial reporting dan aggressive tax reporting, yaitu perusahaan yang agresif dalam pelaporan keuangan juga cenderung akan agresif dalam pelaporan pajak, vice versa.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, manajemen seringkali bertindak berdasarkan keinginan pribadi dan bukan berdasarkan kepentingan para pemegang saham (management diversion). Hal ini dilakukan terutama untuk memenuhi keuntungan pribadi manajemen yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi pencapaian tujuan perusahaan. Dalam kaitannya dengan tata kelola perusahaan, intensitas management diversion yang tinggi mengindikasikan lemahnya sistem tata kelola yang exist di dalam perusahaan.
Studi lebih lanjut menghasilkan kesimpulan bahwa management diversion dan tax avoidance memiliki hubungan yang erat dan bersifat saling melengkapi satu sama lain (complementary). Tax avoidance tidak lagi dipandang semata-mata sebagai bentuk transfer dari pemerintah kepada para pemegang saham. Lebih jauh, tax avoidance pada umumnya menuntut manajemen untuk melakukan pengaburan atau penggelapan atas suatu transaksi keuangan. Upaya ini pada akhirnya juga memberikan perlindungan (shield) bagi manajemen untuk menutupi tindakan-tindakannya yang ditujukan demi keuntungan pribadi (diversionary activities).
Berangkat dari titik ini, tax enforcement mulai mendapat arti penting dalam kaitannya dengan tata kelola perusahaan. Tax enforcement tidak hanya dipandang sebagai sebuah kebutuhan dari perspektif pemerintah—meningkatkan kepatuhan dan menegakkan keadilan atas tax avoidance—tetapi juga dibutuhkan oleh perusahaan sebagai kontrol atas management diversion dan sistem tata kelola yang ada di dalam perusahaan.
Meningkatnya tax enforcement yang dilakukan oleh otoritas pajak memiliki dampak positif berupa semakin menurunnya management diversion dan meningkatnya tata kelola perusahaan. Tax enforcement yang semakin ketat mempersempit ruang bagi manajemen untuk melakukan tax avoidance dan juga management diversion yang pada akhirnya berimplikasi pada tata kelola perusahan yang bertransformasi menjadi lebih baik. Sebagai tambahan, karena tax enforcement melindungi kepentingan stakeholders di luar perusahaan, nilai pasar saham perusahan juga akan meningkat.
Apabila kita melangkah lebih jauh, kondisi tata kelola perusahaan yang baik berimplikasi positif dalam hubungannya dengan sistem perpajakan yang agresif. Kenaikan tax rate juga akan menghasilkan kenaikan tax revenue. Sebaliknya apabila dalam kondisi tata kelola perusahaan yang lemah, kenaikan dalam tax rate justru akan menurunkan tax revenue karena perusahaan cenderung akan memilih melakukan tax avoidance dan juga management diversion.
Hasilnya adalah tax enforcement dianggap sebagai mekanisme monitoring (monitoring mechanism) yang dilakukan oleh pemerintah atas pihak-pihak di dalam perusahaan. Sama seperti pemerintah, para stakeholders di luar perusahaan juga memiliki kepentingan untuk memonitor tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut. Namun mereka menghadapi free-rider problem dalam memonitor manajemen dan mencegah terjadinya management diversion sehingga pengawasan oleh pemerintah menjadi tumpuan.
Ketika mekanisme monitoring lain dianggap lemah, tax enforcement yang dilakukan pemerintah memiliki eksternalitas positif dalam kaitannya dengan kualitas pelaporan keuangan (financial reporting quality). Hal ini merupakan benefit dari monitoring mechanism dimana kualitas pelaporan keuangan menjadi lebih informatif dan asimetris dalam informasi dapat dihindari. Selain itu, kesempatan manajemen untuk memanipulasi pelaporan keuangan menjadi hilang—atau bisa dikatakan berkurang.
Pada akhirnya interaksi antara earning management, tax avoidance, management diversion, dan tax enforcement memunculkan isu baru untuk melakukan penyelarasan (alignment) dan penyesuaian (conformity) antara pelaporan keuangan menurut standar akuntansi dan menurut regulasi perpajakan. Isu ini menimbulkan perdebatan banyak pihak. Mereka yang pro terutama beralasan pada efisiensi biaya dan transparansi sementara yang kontra lebih memberi perhatian kepada aspek politis.
Seiring perkembangan zaman dan semakin kompleksnya dunia keuangan, kita tidak lagi dapat memandang tax enforcement dalam perspektif yang kecil dan sempit. Sebagaimana ilmu yang terus berkembang, bukan tidak mungkin tax enforcement mengambil peran lebih dari sekadar meningkatkan kepatuhan, penerimaan pajak, atau memperbaiki sistem tata kelola perusahaan.
Referensi:
Erich Kirchler, Erik Hoelzl, dan Ingrid Wahl. 2008. ”Enforced versus Voluntary Tax Compliance: The “Slippery Slope” Framework”. Journal of Economic Psychology 29 (210-225).
Alm, James, McClelland, Gary H., dan Schulze, William D. 1991. “Why do People Pay Taxes?”. Journal of Public Economics 48 (21-38). North-Holland.
Mary Margaret Frank, Luann J. Lynch, dan Sonja Olhoft Rego. 2004. Does Aggressive Financial Reporting Accompany Aggressive Tax Reporting (and Vice Versa)?. The Accounting Review 84(2) 467-496.
Mihir A. Dessai dan Dhammika Dharmapala. 2009. Earning Management, Tax Shelters, and Book-Tax Alignment. National Tax Journal Vol LXII, No 1
Mihir A. Desai, Alexander Dyck, dan Luigi Zingales. 2007. Theft and Taxes. Journal of Financial Economics
Michelle Hanlon, Jeffrey L. Hoopes, dan Nemit Shroff. 2007. The Effect of Tx Authority Monitoring and Enforcement on Financial Reporting Quality. Journal of The American Taxation Association