Analisis SWOT dalam Perumusan Strategi Perpajakan atas Transaksi e-Commerce

Paper ini disusun untuk merumuskan strategi yang dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce. Pertama, Saya akan mengidentifikasi faktor-faktor berupa kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku otoritas perpajakan serta kesempatan (opportunity) dan hambatan (threat) dari lingkungan di luar DJP. Dengan menggunakan matriks analisis SWOT, terdapat empat alternatif strategi yang dapat diimplementasikan berdasarkan hasil penilaian internal dan eksternal yaitu (1) strategi Strength-Opportunity (SO), (2) strategi Strength-Threat (ST), (3) strategi Weakness-Opportunity (WO), dan (4) strategi Weakness-Threat (WT).

Kata Kunci: Analisis SWOT, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak, e-Commerce

A. Pendahuluan

Berdasarkan statistik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama kurun waktu lima tahun terakhir realisasi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan. Meskipun dari segi jumlah mengalami peningkatan, namun persentase realisasi penerimaan pajak dibandingkan dengan target terus menurun dari 99,4% di tahun 2011 hingga menjadi 81,5% di tahun 2015. [1]

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan realisasi penerimaan pajak selalu meleset dari target. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan saat itu mengungkapkan setidaknya ada tiga penyebab buruknya pengumpulan pajak selama belasan tahun yaitu (1) kepatuhan Wajib Pajak (WP) yang rendah, (2) kebocoran penerimaan pajak dari restitusi, dan (3) basis WP yang kecil. [2] Ketergantungan atas sektor atau industri tertentu juga ditengarai menjadi sebab karena rendahnya realisasi penerimaan pajak di tahun 2015 terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor manufaktur dan pertambangan serta melemahnya harga-harga komunitas perkebunan dan pertambangan sebagai dampak dari resesi global. [3]

Di sisi lain, sektor perdagangan elektronik (e-commerce) terus mengalami pertumbuhan yang signifikan dan terbukti tahan terhadap krisis. Pada tahun 2014, Indonesia memiliki 78 juta pengguna internet dan diperkirakan akan meningkat menjadi 100 juta di tahun 2016. [4] Nilai transaksi e-commerce pada 2014 mencapai US$ 12 miliar dan ditargetkan akan mengalami peningkatan hingga dua kali lipat menjadi US$ 24 miliar pada 2016. [5]

Namun demikian, pertumbuhan sektor e-commerce yang sedemikian pesat tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah pajak yang dikumpulkan dari sektor tersebut. Bahkan menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mayoritas transaksi e-commerce tidak membayar pajak meskipun nilai transaksinya rata-rata dalam setahun mencapai angka Rp100 triliun. [6]

Oleh karena itu, Saya tertarik untuk mengembangkan alternatif strategi yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce dengan menggunakan analisis SWOT. Dengan demikian, strategi tersebut diharapkan dapat membantu DJP dalam memenuhi target penerimaaan pajak yang telah ditetapkan sehingga kesinambungan fiskal dapat terjaga.

B. Landasan Teori

1. Perpajakan di Indonesia

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. [7] Oleh karena itu, siapapun tidak dapat menolak untuk membayar pajak tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang.

Pajak yang menjadi kewenangan DJP merupakan pajak pemerintah pusat yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), dan Pajak Bumi Bangunan sektor Pertambangan, Perkebunan, dan Perhutanan (PBB sektor P3). Dalam kaitannya dengan transaksi e-commerce, jenis pajak yang terkait adalah PPh, PPN, dan PPnBM.

Sistem perpajakan di Indonesia pada dasarnya menganut self assessment system, yaitu Wajib Pajak menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Selain itu, dalam konteks tertentu withholding system juga diterapkan yaitu menggunakan pihak ketiga atau pihak lain dalam memungut dan memotong pajak yang terutang. Dalam kaitannya dengan subjek dan objek pajak, sistem perpajakan di Indonesia menganut asas sumber dan asas domisili.

2. e-Commerce

Perdagangan elektronik (e-commerce) adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. [8] Jenis pelaku usaha e-commerce meliputi pedagang (merchant) dan penyelenggara e-commerce yang terdiri dari penyelenggara komunikasi elektronik, iklan elektronik, penawaran elektronik, penyelenggara sistem aplikasi transaksi elektronik, penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pembayaran, dan penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pengiriman barang.

Transaksi e-Commerce dapat diklasifikasikan berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam transaksi. Klasifikasi tersebut adalah (1) Business to Customers (B2C), (2) Business to Business (B2B), (3) Government to Customers (G2C), (4) Government to Business (G2B), dan (5) Customer to Customer (C2C). [9]

3. Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah alat perumusan strategi organisasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal kunci organisasi. Faktor-faktor internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sementara faktor eksternal terdiri dari kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat). Keseluruhan faktor-faktor tersebut kemudian saling dikaitkan untuk menentukan strategi terbaik yang dapat dipilih organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Matriks SWOT

Sumber: Fred R. David. 2011. Strategic Management Concepts and Cases. Francis Marion University, Florence, South Carolina.

Penilaian atas kondisi internal dapat ditinjau dari aspek sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya organisasi. Sementara kondisi eksternal organisasi dapat dinilai dari (1) faktor ekonomi, (2) faktor sosial, budaya, demografi, dan lingkungan, (3) faktor politik, pemerintahan, dan hukum, (4) faktor teknologi, dan (5) faktor kompetitif. [10]

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dalam merumuskan alternatif strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce. Data penelitian dikumpulkan melalui kegiatan observasi dan studi literatur. Berdasarkan data tersebut, Saya akan menjabarkan faktor-faktor internal dan eksternal kunci yang relevan dengan penelitian. Pada akhirnya seluruh faktor tersebut dikaitkan satu sama lain dalam Matriks SWOT untuk merumuskan alternatif strategi yang layak untuk diimplementasikan.

D. Data Penelitian

1. Visi dan misi DJP

DJP memiliki visi untuk “Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi Menjamin Kedaulatan dan Kemandirian Negara”. Dalam rangka mencapai visi tersebut, DJP menetapkan misi untuk menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan:

  1. mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil;
  2. pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan;
  3. aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan
  4. kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja. [11]
2. Struktur organisasi DJP

Organisasi DJP, dengan jumlah kantor operasional lebih dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari 32.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, menjadi organisasi terbesar yang ada di dalam lingkungan Kementerian Keuangan. [12]. Namun dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, jumlah tersebut masih berada jauh di bawah negara-negara lain sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2. Beban kerja pegawai pajak sangatlah berat karena satu pegawai pajak harus menangani sekitar 7.800 penduduk Indonesia. [13]

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Pegawai Pajak dan Penduduk di Berbagai Negara
 
 Sumber: Ganda Christian Tobing. 2013. Pentingnya Perbaikan Kapasitas dalam Tubuh Direktorat Jenderal Pajak. Inside Tax Edisi 18

Berita baiknya adalah sekitar 50% dari total pegawai pajak masih berusia muda dengan kisaran usia 26-40 tahun. Berkaitan dengan hal ini, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan bahwa [14]

"Tadi saya hampir 30 menit diberi informasi baik kondisi personil, sistem yang sudah jalan di DJP. Saya senang sekali bahwa dari data, dari total pegawai 37.900 pegawai, ada 18.900 yang muda-muda, umur masih 26 sampai 40 tahun. Tadi diberi informasi, ini jago IT semua”

Penguasan teknologi sangat penting bagi pegawai pajak dalam rangka meningkatkan kualitas pekerjaan mereka. Presiden menegaskan pula bahwa untuk melayani masyarakat dan mengawasi kegiatan ekonomi, para pegawai di sejumlah lembaga negara perlu menguasai sistem teknologi informasi. [15]

Dalam konteks penggunaan teknologi, DJP telah memiliki unit tersendiri yang memiliki tugas dan wewenang terkait pengelolaan sumber daya teknologi dan informasi (TI). Unit tersebut adalah Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan (TIP) dan Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TTKI). Direktorat TIP memiliki tugas dan wewenang dalam perumusan serta pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang teknologi informasi perpajakan. Sementara Direktorat TTKI memiliki tugas dan wewenang untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi teknologi komunikasi dan informasi. [16]

3. Moral dan semangat pegawai DJP

Di tahun 2016, pemerintah melaksanakan program tax amnesty atau pengampunan pajak sebagai salah satu langkah dalam meningkatkan kepatuhan dan penerimaan dari sektor perpajakan. Selain itu, program ini juga diarahkan untuk menarik kembali dana dan harta penduduk Indonesia yang selama ini banyak terparkir di luar negeri.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah akan all out dalam mengawal pelaksanaan tax amnesty. Bahkan di berbagai kesempatan, presiden ikut terjun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan program tersebut ke masyarakat. Di level teknis, pegawai DJP pun diwajibkan untuk menambah jam kerja mereka hingga malam hari dan memperpanjang pelayanan mereka di hari Sabtu dan Minggu. [17]

Tidak seluruh pegawai DJP merespon positif kewajiban penambahan jam kerja tersebut. Mereka menganggap kebijakan tersebut mengakibatkan berkurangnya waktu berkomunikasi mereka dengan keluarga di hari libur. Belum lagi, beban pekerjaan yang meningkat membuat mereka lebih rentan untuk terserang penyakit. [18]

Selain itu, para anggota legislatif di DPR juga mengkritik pemerintah agar tidak terlalu berfokus hanya kepada tax amnesty, sementara penerimaan rutin dari sektor lain menjadi terbengkalai. Mereka meminta agar menteri keuangan memberikan kelonggaran kepada DJP untuk melakukan upaya-upaya intensifikasi. [19] Hal ini disebabkan karena penerimaan rutin DJP di luar program tax amnesty menunjukkan statistik kinerja yang jauh lebih rendah.

4. Aturan perpajakan atas e-commerce

DJP pada dasarnya telah menerbitkan peraturan terkait perpajakan atas e-commerce. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce. Berdasarkan peraturan tersebut, transaksi e-commerce diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu (1) online marketplace, (2) classified ads, (3) daily deals, dan (4) online retails. [20]

Peraturan tersebut merupakan bentuk penegasan pemerintah bahwa aspek perpajakan bagi transaksi online tidak memiliki perbedaan dengan transaksi offline. Selain itu, peraturan tersebut juga menjawab keresahan di sebagian kalangan pelaku usaha e-commerce yang khawatir pemerintah akan memberlakukan jenis pajak baru atas setiap transaksi e-commerce.

5. Basis data perpajakan

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Prof. Ina Primiana mengatakan bahwa DJP harus memiliki basis data yang baik untuk mencegah penyelewengan pajak lebih dini lagi. Ina melihat basis data atau database yang ada sekarang harus ditingkatkan lagi karena memiliki sejumlah kekurangan. [21]

“Seringkali terjadi pada database pajak ada perusahaan yang sudah tutup tetapi masih terus ditarik kewajiban pajaknya”

Dalam kerangka ini, DJP harus mempunyai basis data yang bagus sehingga mereka bisa mengetahui potensi-potensi potensi pajak yang bisa didapatkan. Ina menekankan, basis data diperlukan untuk mengetahui potensi kerugian atau kehilangan penerimaan pajak. Tidak itu saja, basis data juga membuat para pegawai DJP mengetahui skala potensi yang bisa diperoleh dari Wajib Pajak, baik perorangan maupun perusahaan.

6. Perkembangan industri e-commerce

Dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa, penetrasi internet di Indonesia mencapai sekitar 30% dari total populasi. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar e-commerce yang potensial. Lembaga riset pemasaran e-Marketer menyatakan bahwa nilai transaksi e-commerce di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sebesar USD1,8 miliar atau sekitar Rp18 triliun.

Semakin meningkatknya pengguna internet yang diprediksi mencapai 149 juta pada dua tahun mendatang akan meningkatkan pula transaksi e-commerce di tahun-tahun berikutnya. Salah satu perusahaan konsultan manajemen global terkemuka, Boston Consulting Group memprediksi di tahun 2015 nilai transaksi e-commerce di Indonesia akan mencapai USD10 miliar atau sekitar Rp100 triliun dan memprediksi terjadinya ledakan e-commerce di tahun 2020. [22]

7. Dukungan dari berbagai pihak

Upaya DJP dalam mengejar penerimaan pajak dari sektor e-commerce mendapat respon positif dari berbagai pihak. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung pengenaan pajak bagi e-commerce agar ada ketertiban dalam berusaha. [23] Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga mendukung rencana tersebut dengan usulan adanya insentif agar industri e-commerce tetap tumbuh dengan baik. [24] Terakhir, Bank Indonesia (BI) juga menyatakan dukungannya dengan mengatakan bahwa pemerintah berhak untuk memungut pajak dari transaksi e-commerce. [25]

Sementara itu, para pelaku usaha e-commerce pun pada dasarnya tidak berkeberatan terkait rencana pemungutan pajak atas transaksi online. Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Daniel Tumiwa mengatakan bahwa [26]

“Pada intinya kami sebagai pelaku usaha telah dan terus beriktikad baik untuk melaksanakan kewajiban pajak sesuai aturan yang berlaku. Yang kami inginkan adalah kejelasan mengenai aturan perpajakan tersebut.”

Ia juga menambahkan bahwa pengenaan pajak bagi sektor e-commerce seharusnya tidak memunculkan adanya pajak baru. Selain itu, masih banyak para pelaku e-commerce yang belum memahami tata cara dan peraturan terkait pajak bagi sektor e-commerce.


8. Keberhasilan negara lain memungut pajak dari sektor e-commerce

Salah satu contoh negara yang berhasil dalam meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce adalah Jepang. Pemerintah Jepang sangat fokus terhadap sektor e-commerce karena peredaran transaksi e-commerce di Jepang mencapai sekitar 20 ribu triliun rupiah. Perkiraan potensi penerimaan yang dapat dihimpun Jepang dari pajak konsumsi dengan tarif 8 persen adalah sekitar 1600 triliun rupiah. Jumlah tersebut kurang lebih 35% dari penerimaan pajak Jepang secara keseluruhan.

Untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor ini pemerintah Jepang membentuk tim khusus untuk menggali potensi dari transaksi e-commerce dengan nama Professional Team for e-Commerce Taxation (PROTECT). Ada empat alasan yang melatarbelakangi pemebentukan tim tersebut diantaranya adalah tingkat kesulitan yang tinggi untuk mengidentifikasi pelaku e-commerce, Wajib Pajak yang banyak dan jumlahnya berfluktuasi karena kemudahan untuk masuk ataupun keluar dari sektor ini, cross border transaction, dan semua transaksi tercatat secara online yang tidak kasat mata sehingga memerlukan keahlian di bidang teknologi informasi untuk membuka atau mendapatkan data tersebut. [27]

Keberhasilan negara-negara lain, termasuk Jepang dalam pemungutan pajak dari sektor e-commerce mendorong Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati untuk meminta DJP mempelajari penerapan pajak bagi e-commerce di negara lain. Hal ini juga tidak terlepas dari permasalahan Google yang menolak untuk membayar pajak atas penghasilan yang mereka terima dari Indonesia. [28]

9. Integrasi peraturan atas e-commerce

Sampai dengan saat ini, belum ada integrasi peraturan dari pemerintah terkait pengaturan bagi bisnis e-commerce. Misalnya saja, DJP memiliki aturan tersendiri untuk sisi pajaknya. Kemudian Kementerian Perdagangan maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mempunyai aturan e-commerce tersendiri. Sebenarnya telah ada upaya untuk melakukan integrasi antarlembaga terkait peraturan e-commerce, hanya saja upaya tersebut belum berjalan maksimal. [29]

Dalam konteks perpajakan, salah satu poin yang menghambat integrasi tersebut adalah usulan agar bisnis start up tidak serta merta langsung dikenakan pajak, namun diberikan masa tenggang (grace period) untuk tidak membayar pajak atau tax holiday dalam jangka waktu tertentu. [30] Selain itu ada pula usulan agar DJP tidak melakukan pemeriksaan kepada bisnis e-commerce yang berusia di bawah lima tahun dan masih merugi. [31]

10. Pelaku e-commerce dari luar negeri

Kemudahan para pelaku e-commerce dari luar negeri untuk memasuki pasar Indonesia menimbulkan permasalahan tersendiri, terutama dalam lingkup perpajakan. Pelaku e-commerce dari luar negeri memiliki keleluasaan untuk tidak membuka kantor cabang di Indonesia. Ditambah lagi data transaksi yang dilakukan oleh pelaku e-commerce sulit dideteksi. Direktur Teknologi dan Informasi Perpajakan, Iwan Djuniardi menambahkan [32]

"Kita kesulitan mengetahui pemilik sebenarnya. Sulit mengetahui lokasi sebenarnya, pelaku yang kebanyakan menggunakan domain (dot) .com seharusnya pakai .co.id yang pasti terdaftar di Indonesia. Selain itu pelaku juga terlalu mudah membuka dan menutup usaha e-commerce."
Atas kesulitan tersebut dan karena belum ada aturan secara internasional, maka pemerintah hanya berfokus pada penjualan di dalam negeri. Artinya yang diatur sampai saat ini adalah jika penjual, barang/jasa yang dijual, serta pembelinya berada di Indonesia saja. [33] Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), Daniel Tumiwa mengatakan [34]

"Daripada fokus pada pemain dalam negeri yang sebenarnya sudah ikut aturan, coba juga pikirkan strategi memajaki pemain asing yang mendulang keuntungan dari pasar Indonesia. Daripada fokus pada pemain dalam negeri yang sebenarnya sudah ikut aturan, coba juga pikirkan strategi memajaki pemain asing yang mendulang keuntungan dari pasar Indonesia.”
E. Analisis dan Pembahasan

Dalam perumusan strategi, terlebih dahulu kita harus melakukan penilaian atas kondisi internal dan eksternal organisasi. Faktor-faktor kunci yang teridentifikasi merupakan modal bagi kita untuk merumuskan strategi yang tepat dan layak untuk diimplementasikan.

1. Penilaian internal

Proses penilaian internal melibatkan proses pengumpulan, asimilasi, dan evaluasi informasi atas kondisi internal organisasi. Proses ini berfokus pada identifikasi faktor-faktor internal kunci yang dapat dikategorikan menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) organisasi.

Pendekatan berbasis sumber daya (resource based view) menyatakan bahwa sumber daya internal jauh lebih penting bagi organisasi daripada faktor eksternal dalam mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Sumber daya internal organisasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu (1) sumber daya fisik, (2) sumber daya manusia, dan (3) sumber daya organisasi.

Berdasarkan data penelitian yang berhasil dikumpulkan, faktor-faktor internal kunci yang berhasil diidentifikasi ditunjukkan dalam tabel 3. Tabel 3 juga menunjukkan klasifikasi faktor-faktor internal tersebut apakah termasuk ke dalam kekuatan (strength) atau kelemahan (weakness).

Tabel 3. Faktor-Faktor Internal Kunci

Sumber: Diolah dari data penulis

2. Penilaian eksternal

Tujuan penilaian eksternal adalah menjelaskan peluang (opportunities) utama dan ancaman (threats) yang dihadapi organisasi sehingga dapat merumuskan strategi untuk mengambil keuntungan dari peluang dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman. Kondisi eksternal organisasi dapat dinilai dari (1) faktor ekonomi, (2) faktor sosial, budaya, demografi, dan lingkungan, (3) faktor politik, pemerintahan, dan hukum, (4) faktor teknologi, dan (5) faktor kompetitif.

Berdasarkan data penelitian yang berhasil dikumpulkan, faktor-faktor eksternal kunci yang berhasil diidentifikasi ditunjukkan dalam tabel 4. Tabel 4 juga menunjukkan klasifikasi faktor-faktor internal tersebut apakah termasuk ke dalam kesempatan (opportunity) atau ancaman (threat).

Tabel 4. Faktor-Faktor Eksternal Kunci

Sumber: Diolah dari data penulis

3. Matriks SWOT

Faktor-faktor internal dan eksternal kunci digunakan sebagai dasar perumusan strategi dengan menggunakan Matriks SWOT. Keseluruhan faktor-faktor tersebut kemudian saling dikaitkan untuk menentukan strategi terbaik yang dapat dipilih organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Matriks SWOT Perumusan Strategi Perpajakan atas e-Commerce

Sumber: Diolah dari data penulis

4. Alternatif strategi berdasarkan Matriks SWOT

Berdasarkan hasil analisis Matriks SWOT, terdapat empat alternatif strategi yang dapat diimplementasikan oleh DJP dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dari sektor e-commerce. Strategi yang diperoleh merupakan kombinasi dari faktor-faktor internal dan eksternal organisasi.

a. Strategi Strength-Opportunity (SO)

Strategi SO merupakan strategi yang memaksimalkan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang. Strategi SO dapat ditempuh antara lain dengan cara sebagai berikut.

1) Segera mengimplementasikan aturan perpajakan bagi e-commerce

Penerapan strategi ini didorong oleh data bahwa DJP sebenarnya telah memiliki aturan perpajakan atas e-commerce dan sumber daya manusia dan organisasi yang mumpuni terkait TI. Sementara itu, di sisi lain industri e-commerce terus berkembang setiap tahun dan banyaknya dukungan bagi DJP untuk memungut pajak dari transaksi e-commerce, termasuk dari para pelaku usaha e-commerce sendiri. Oleh karena itu DJP sebaiknya segera mengimplementasikan aturan perpajakan bagi e-commerce yang telah mereka miliki sehingga penerimaan pajak dari sektor tersebut dapat meningkat.

2) Melakukan studi banding untuk mempelajari pengimplementasian perpajakan atas e-commerce di negara lain

Keberhasilan negara lain dalam mengimplementasikan pajak bagi sektor e-commerce dapat dipelajari oleh DJP sehingga penerapannya di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Apalagi hal ini didukung dengan sumber daya manusia di DJP yang hampir sebagian besar paham terhadap TI.

b. Strategi Strength-Threat (ST)

Strategi ST merupakan strategi yang memaksimalkan kekuatan internal untuk mengatasi ancaman. Strategi ST dapat ditempuh antara lain dengan cara sebagai berikut.

1) Segera menyelesaikan rumusan peraturan bagi e-commerce dengan instansi terkait dengan memperhatikan masukan dari pihak-pihak terkait

Hambatan berupa lambannya usaha pengintegrasian peraturan atas e-commerce dapat diatasi dengan meningkatkan koordinasi antarlembaga dalam perumusan peraturan. Pihak-pihak terkait diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan-masukannya, contohnya seperti keinginan pelaku usaha e-commerce agar bisnis start up diberikan pembebasan pajak. Apalagi DJP sebenarnya telah memiliki landasan aturan terkait perpajakan bagi e-commerce.

2) Meningkatkan sosialisasi perpajakan kepada para pelaku e-commerce

Aturan perpajakan atas e-commerce yang telah ada dan sumber daya manusia yang paham pajak dan TI merupakan kombinasi yang baik untuk mengurangi ketidaktahuan para pelaku usaha e-commerce tentang tata cara dan peraturan perpajakan. Sosialisasi perpajakan bagi para pelaku usaha e-commerce dapat ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

3) Penguatan fungsi Direktorat TTKI dan TIP dalam pengelolaan data dan informasi terkait e-commerce

Direktorat TTKI dan TIP yang berfokus pada TI dapat dioptimalkan dalam rangka mengumpulkan data-data dan informasi terkait pelaku usaha e-commerce dari luar negeri. Hal ini juga didukung dengan sebagian besar pegawai DJP yang memahami TI dan akrab dengan penggunaan teknologi sehari-hari.

c. Strategi Weakness-Opportunity (WO)

Strategi WO merupakan strategi yang digunakan untuk meminimalkan kelemahan internal dalam memanfaatkan peluang. Strategi WO dapat ditempuh antara lain dengan cara sebagai berikut.

1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia

Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM DJP setidaknya dapat mengatasi permasalahan kurangnya jumlah pegawai DJP dan memberikan semangat bagi pegawai DJP dalam mengumpulkan penerimaan pajak dari sektor e-commerce yang terus berkembang. Perbaikan pengelolaan SDM dapat ditempuh dengan sistem rekrutmen yang selektif dan pemberian coaching yang sesuai.

2) Memperkuat basis data perpajakan terutama di sektor e-commerce

Basis data perpajakan harus diperbaiki sehingga data dan informasi perpajakan, terutama dari sektor e-commerce dapat diandalkan dan digunakan dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Data perpajakan dapat diperoleh dari internal DJP sendiri maupun informasi dari pihak luar yang kredibel.

d. Strategi Weakness-Threat (WT)

Strategi WT merupakan strategi yang diarahkan untuk meminimalkan kelemahan internal dan mengatasi ancaman. Strategi WT dapat ditempuh antara lain dengan cara sebagai berikut.

1) Melakukan perbaikan sistem pengelolaan kepegawaian

Perbaikan sistem pengelolaan kepegawaian terutama diarahkan untuk meminimalkan kelemahan internal dalam hal jumlah pegawai pajak yang minim dan kurangnya semangat dan fokus pegawai dalam mengumpulkan penerimaan. Sistem kepegawaian yang baik juga berguna dalam meminimalisasi ancaman-ancaman eksternal yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Sebagai contoh penyuluh pajak yang berkompeten akan meningkatkan pemahaman Wajib Pajak atas sistem perpajakan.

2) Meningkatkan hubungan kehumasan dengan pihak eksternal

Hubungan kehumasan yang baik akan membantu DJP setidaknya dalam dua hal. Pertama yaitu koordinasi DJP dengan instansi pemerintah lainnya dapat berjalan dengan lancar dan kedua yaitu meninimalisasi adanya gap antara DJP dengan Wajib Pajak.

3) Meningkatkan fungsi pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data dan informasi terkait e-commerce

Peningkatan fungsi pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data merupakan aktivitas kritikal bagi DJP. Hal ini dikarenakan tidak hanya pelacakan data pelaku usaha dan transaksi e-commerce dari luar negeri yang mudah diperoleh, namun juga perbaikan dan penyempurnaan basis data perpajakan yang selama ini telah dimiliki.

5. Kesesuaian strategi dengan visi dan misi

Sebelum strategi perpajakan atas transaksi e-commerce tersebut diimplementasikan, terlebih dahulu kita harus menilai kesesuaian dan keselarasan antara strategi dengan visi dan misi. Visi menunjukkan apa yang ingin dicapai oleh organisasi dan misi adalah gambaran operasional dari organisasi. Strategi merupakan cara yang ditempuh oleh organisasi dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.

Strategi perpajakan atas transaksi e-commerce dari analisis SWOT telah sesuai dan selaras dengan visi dan misi DJP dilihat dari aspek-aspek sebagai berikut.

a. Misi DJP dalam mewujudkan aparatur pajak yang berintegritas, kompeten, dan profesional serta kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja dapat ditempuh dengan strategi perbaikan sistem pengelolaan kepegawaian, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

b. Misi DJP dalam memberikan pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dicapai melalui penguatan fungsi TI DJP yang dilaksanakan oleh Direktorat TTKI dan TIP.

c. Misi DJP untuk mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil merupakan buah dari sosialisasi perpajakan yang terus menerus dilakukan dan pengimplementasian dengan tegas aturan perpajakan yang berlaku.

d. Terakhir, strategi peningkatan penerimaan pajak dari transaksi e-commerce selaras dengan visi DJP untuk menjadi institusi penghimpun penerimaan negara yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian negara. Peningkatan penerimaan pajak dari sektor e-commerce membantu DJP dalam memenuhi target penerimaan pajak yang terus menerus meningkat.

F. Kesimpulan

Industri e-commerce merupakan salah satu sektor yang terus menerus mengalami pertumbuhan dan terbukti tahan terhadap krisis. Namun hal ini tidak sebanding dengan penerimaan pajak dari sektor e-commerce yang tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dengan target penerimaan pajak yang terus meningkat setiap tahun, DJP perlu mengembangkan strategi-strategi untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce.

Dengan menggunakan Matriks SWOT, strategi yang dapat diimplementasikan oleh DJP dalam rangka meningkatkan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Strategi Strength-Opportunity (SO)

a. Segera mengimplementasikan aturan perpajakan bagi e-commerce

b. Melakukan studi banding untuk mempelajari pengimplementasian perpajakan atas e-commerce di negara lain

2. Strategi Strength-Threat (ST)

a. Segera menyelesaikan rumusan peraturan bagi e-commerce dengan instansi terkait dengan memperhatikan masukan dari pihak-pihak terkait

b. Meningkatkan sosialisasi perpajakan kepada para pelaku e-commerce

c. Penguatan fungsi Direktorat TTKI dan TIP dalam pengelolaan data dan informasi terkait e-commerce

3. Strategi Weakness-Opportunity (WO)

a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia

b. Memperkuat basis data perpajakan terutama di sektor e-commerce

4. Strategi Weakness-Threat (WT)

a. Melakukan perbaikan sistem pengelolaan kepegawaian

b. Meningkatkan hubungan kehumasan dengan pihak eksternal

c. Meningkatkan fungsi pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data dan informasi terkait e-commerce

Sebelum strategi diimplementasikan, kita harus menilai apakah strategi tersebut telah sesuai dengan visi dan misi organisasi. Berdasarkan hasil penelitian, alternatif strategi peningkatan kepatuhan dan penerimaan pajak dari sektor e-commerce telah selaras dan kongruen dengan visi dan misi DJP.

G. Referensi

[1] Badan Pusat Statistik. 2016. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah) 2007-2016. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1286

[2] Liputan 6. 2015. 3 Penyebab Penerimaan Pajak RI Selalu di Bawah Target. http://bisnis.liputan6.com/read/2255380/3-penyebab-penerimaan-pajak-ri-selalu-di-bawah-target

[3] Kementerian Keuangan. 2016. Realisasi Pendapatan Negara 2015 Capai Rp1.491,5 Triliun. http://www.kemenkeu.go.id/Berita/realisasi-pendapatan-negara-2015-capai-rp14915-triliun%3Ftag %3Danggaran-apbn-p-2015-pendapatan

[4] MarkPlus Institute. 2015. Improving Performance in e-Commerce for Retail Industry. http://www.markplusinstitute.com/who_we_are/detail_article/28

[5] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2015. Dirjen Pajak Kewalahan Mendata Pemain e-Commerce. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4730/Dirjen+Pajak+Kewalahan+Mendata +Pemain+e-Commerce/0/sorotan_media

[6] Antara. 2014. Apindo: Transaksi Online Mayoritas Tidak Bayar Pajak. http://www.antaranews.com/berita/421157/apindo-transaksi-online-mayoritas-tidak-bayar-pajak

[7] Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

[8] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

[9] Institute of Chartered Accountants of India. 2012. Taxation of e-Commerce Transactions. http://resource.cdn.icai.org/18895sm_dtl_finalnew_cp19.pdf

[10] Fred R. David. 2011. Strategic Management Concepts and Cases. Francis Marion Universuty, Florence, South Carolina.

[11] Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Visi dan Misi. http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi

[12] Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Selayang Pandang. http://www.pajak.go.id/content/selayang-pandang

[13] Inside Tax Edisi 18. 2013. Pentingnya Perbaikan Kapasitas dalam Tubuh Direktorat Jenderal Pajak. http://dannydarussalam.com/wp-content/uploads/2014/07/18Pemerintah_PentingnyaPerbaikan KapasitasdalamTubuhDirektoratJenderalPajak.pdf

[14] Liputan 6. 2016. Presiden Jokowi Senang Banyak Pegawai Dirjen Pajak Jago Teknologi. http://bisnis.liputan6.com/read/2469888/presiden-jokowi-senang-banyak-pegawai-dirjen-pajak-jago-teknologi

[15] Republika. 2016. Jokowi Senang Pegawai Pajak Banyak yang Berusia Muda. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/03/29/o4s6i3383-jokowi-senang-pegawai-pajak-banyak-yang-berusia-muda

[16] Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Struktur Organisasi. http://www.pajak.go.id/struktur_organisasi

[17] Sindo News. 2016. Sri Mulyani Minta Petugas Pajak Lembur. http://ekbis.sindonews.com/read/1141989/33/sri-mulyani-minta-petugas-pajak-lembur-1474717139

[18] Tribunnews. 2016. Lembur Tax Amnesty, Komunikasi Pegawai Pajak dengan Anak Istri Berkurang. http://kaltim.tribunnews.com/2016/10/01/lembur-tax-amnesty-komunikasi-pegawai-denngan-anak-dan-istri-berkurang

[19] Metro TV News. 2016. Pajak Tak Hanya Tax Amnesty, Bagaimana Penerimaan Rutinnya? http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/09/30/590739/pajak-tak-hanya-tax-amnesty-bagaimana-penerimaan-rutinn

[20] Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce

[21] Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Ina Primiana Syinar: Ditjen Pajak Harus Memiliki Basis Data yang Bagus. http://www.pajak.go.id/content/ina-primiana-syinar-ditjen-pajak-harus-miliki-basis-data-yang-bagus?lang=en

[22] Nur Arianto. 2013. Ekstensifikasi Pajak dari Transaksi Perdagangan Online. http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/EKSTENSIFIKASI%20PAJAK%20DARI%20TRANSAKSI%20ONLINE.pdf

[23] Indo Telko. 2014. Pengusaha Dukung Bisnis e-Commerce Bayar Pajak. http://www.indotelko.com/kanal?c=id&it=pengusaha-dukung-bisnis-e-commerce-bayar-pajak

[24] Selular. 2015. Badan Ekonomi Kreatif Dukung Pengenaan Pajak bagi e-Commerce. http://selular.id/news/e-commerce/2015/01/badan-ekonomi-kreatif-dukung-pengenaan-pajak-bagi-e-commerce/

[25] Antara. 2016. BI: Pemerintah Berhak Tarik Pajak dari “e-Commerce”. http://www.antaranews.com/berita/586537/bi-pemerintah-berhak-tarik-pajak-dari-e-commerce

[26] Kompas. 2016. Industri e-Commerce Minta Kejelasan Aturan Pajak Berlapis. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/01/051500926/Industri.E-Commerce.Minta. Kejelasan.Aturan.Pajak.Berlapis

[27] Direktorat Jenderal Pajak. 2015. Menelusur Pajak atas Transaksi e-Commerce. http://www.pajak.go.id/content/article/menelusur-pajak-atas-transaksi-e-commerce

[28] Metro TV News. 2016. Otoritas Pajak RI Bakal Pelajari Penerapan Pajak e-Commerce di Negara Lain. http://m.metrotvnews.com/ekonomi/mikro/zNA8PBvK-otoritas-pajak-ri-bakal-pelajari-penerapan-pajak-e-commerce-di-negara-lain

[29] Inside Tax Edisi 25. 2014. Pajak e-Commerce, Antara Hambatan dan Tantangan. http://dannydarussalam.com/wp-content/uploads/2014/12/25-InsidePROFILE-Pajak-E-Commerce_Antara-Hambatan-dan-Tantangan_secured.pdf

[30] Kompas. 2016. Roadmap e-Commerce Masih Tunggu Aturan Perpajakan Bisnis Start Up. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/03/18/143000126/.Roadmap.E-Commerce.Masih. Tunggu.Aturan.Perpajakan.Bisnis.Start-Up?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign =Kaitrd

[31] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2015. Dirjen Pajak Kewalahan Mendata Pemain e-Commerce. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4730/Dirjen+Pajak+Kewalahan+Mendata +Pemain+e-Commerce/0/sorotan_media

[32] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2015. Dirjen Pajak Kewalahan Mendata Pemain e-Commerce. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4730/Dirjen+Pajak+Kewalahan+Mendata +Pemain+e-Commerce/0/sorotan_media

[33] Inside Tax Edisi 25. 2014. Pajak e-Commerce, Antara Hambatan dan Tantangan. http://dannydarussalam.com/wp-content/uploads/2014/12/25-InsidePROFILE-Pajak-E-Commerce Antara-Hambatan-dan-Tantangan_secured.pdf

[34] Kompas. 2016. Industri e-Commerce Minta Kejelasan Aturan Pajak Berlapis. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/01/051500926/Industri.E-Commerce.Minta. Kejelasan.Aturan.Pajak.Berlapis

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Analisis SWOT dalam Perumusan Strategi Perpajakan atas Transaksi e-Commerce