Dalam epos Mahabharata, pertempuran besar antara Pandawa dan Kurawa tidak semata-mata disebabkan oleh perasaan iri dan dengki pihak Kurawa kepada keberhasilan dan keberuntungan Pandawa. Lebih dari itu, apabila ditelusuri lebih jauh terdapat tokoh yang memegang peran penting dalam menciptakan seluruh kekacauan di Astinapura. Dialah Sengkuni, paman sekaligus penasihat para Kurawa yang dengan kecerdikan dan tipu muslihat yang dimilikinya berhasil mengobarkan api permusuhan di antara Pandawa dan Kurawa.
Seiring perkembangan zaman, tokoh Sengkuni digambarkan sebagai setiap sosok yang gemar membuat kekacauan, kerusakan, dan ketidakberaturan dengan menggunakan kecerdasan dan kelicikannya demi kepentingan pribadi. Personifikasi tokoh Sengkuni mengemuka setelah mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengungkapkan adanya politik para Sengkuni dalam kisruh Partai Demokrat.
Tidak hanya di panggung politik, tokoh Sengkuni juga dimanifestasikan dalam berbagai bidang, termasuk perpajakan. Sengkuni-sengkuni pajak eksis dengan menggunakan kecerdikannya untuk memanipulasi jumlah pajak yang harus mereka bayarkan. Metode dan teknik penghindaran pajak yang mereka lakukan bervariasi mulai dari yang tradisional dan sederhana hingga yang canggih seperti mekanisme transfer pricing.
Dampak negatif dari keberadaan sengkuni-sengkuni pajak sedemikian besar antara lain tingkat kepatuhan pajak yang rendah serta tidak tercapainya target penerimaan pajak yang telah ditetapkan. Lebih jauh lagi, penerimaan pajak yang terus menerus meleset dapat mengancam keberlangsungan suatu negara, sama seperti keberhasilan Sengkuni merebut Indraprasta dari tangan Pandawa dengan hanya menggunakan sepasang dadu.
Mengingat begitu besarnya dampak buruk yang dihasilkan, sudah sepatutnya keberadaan sengkuni-sengkuni pajak menjadi fokus perhatian semua pihak, terutama bagi otoritas pajak. Banyak cara yang dapat ditempuh otoritas pajak untuk meminimalisasi hal tersebut, antara lain dengan meningkatkan kompetensi petugas pajak sebagai kontra dari eksistensi para sengkuni pajak.
Kompetensi didefinisikan sebagai keterampilan, pengetahuan, sikap dasar, serta nilai yang dicerminkan ke dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang sifatnya berkembang, dinamis, kontinyu, dan dapat diraih setiap waktu. Dalam konteks perpajakan, setiap petugas pajak seharusnya memiliki kompetensi yang memadai dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya yang meliputi dimensi understanding, skill, knowledge, interest, attitude, dan value.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan terdapat korelasi positif antara kompetensi petugas pajak dengan penerimaan pajak. Dengan menggunakan sampel di lingkungan Kantor Wilayah DJP D.I. Yogyakarta, Adiwijaya (2014) mengemukakan bahwa kompetensi petugas pajak, dalam hal ini account representative, memiliki peran besar dalam strategi pengamanan penerimaan pajak. Kompetensi yang harus dimiliki antara lain kemampuan menguasai peraturan perpajakan, memiliki seni komunikasi, kemampuan penggalian potensi Wajib Pajak, dan keahlian dalam menganalisis laporan keuangan dan perkembangan dunia usaha. Selain itu, Niemirowski dan Wearing (2013) menyatakan bahwa petugas pajak (tax agent) memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan angka kepatuhan yang pada akhirnya akan meningkatkan pula jumlah penerimaan pajak
Bagaimana mekanisme kompetensi petugas pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak dapat dijelaskan melalui tiga cara. Pertama kompetensi petugas pajak meningkatkan kepuasan wajib Pajak atas pelayanan yang diberikan. Tidak semua warga negara memahami aturan-aturan perpajakan, baik karena keterbatasan kemampuan atau memang tidak ada niat dari diri mereka untuk belajar. Hal ini merupakan tugas utama bagi seluruh petugas pajak untuk mengedukasi para Wajib Pajak tentang arti penting pajak bagi negara, serta membantu mereka dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sebaik-baiknya. Pelayanan prima yang diterima Wajib Pajak akan meningkatkan trust mereka kepada petugas pajak dan mendorong mereka secara sukarela untuk patuh (voluntary compliance) yang bermuara pada penerimaan pajak yang optimal.
Mekanisme kedua yaitu kompetensi petugas pajak membantu mereka dalam mendeteksi adanya kesalahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT). Petugas pajak yang kompeten akan mampu mendeteksi kesalahaan pengisian SPT, baik yang disengaja maupun tidak yang berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Untuk kesalahan yang tidak disengaja, aspek edukasi mestilah dikedepankan. Sementara untuk kesalahan yang disengaja, implementasi legitimate power dalam bentuk pemberian sanksi menjadi salah satu solusi untuk memberikan efek jera bagi sengkuni-sengkuni pajak agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Terakhir, kompetensi petugas pajak memberi mereka arahan tentang bagaimana menghadapi risiko tax aggressiveness yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Di bagian inilah sengkuni-sengkuni pajak tingkat tinggi beroperasi dengan potensi risiko hilangnya penerimaan pajak yang sangat besar. Kompetensi petugas pajak diperlukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko dan bentuk tax aggressiveness yang mungkin terjadi dan memitigasi risiko tersebut melalui berbagai macam alternatif solusi.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, peningkatan kompetensi petugas pajak merupakan agenda mendesak yang harus segera dilakukan. Peningkatan kompetensi merupakan salah satu bentuk pengendalian utama otoritas pajak untuk memberikan keyakinan bahwa target penerimaan pajak yang telah ditetapkan dapat dicapai. Setidaknya terdapat dua cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi petugas pajak.
Pertama yaitu dengan memasang syarat-syarat (requirements) tertentu dalam perekrutan petugas pajak. Penetapan persyaratan dengan skala tertentu akan menjamin input sumber daya manusia yang unggul dalam pencapaian tujuan organisasi. Persyaratan tersebut hendaknya tidak hanya mengedepankan kemampuan kognitif tetapi juga kemampuan emosional dari calon petugas pajak.
Kedua dan terakhir yaitu melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan. Pendidikan dan pelatihan dapat dilaksanakan dalam berbagai macam bentuk, baik formal maupun informal. Kesesuaian antara jenis pendidikan dan pelatihan dengan job description harus menjadi fokus perhatian agar benar-benar bermanfaat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi petugas pajak.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa tidak ada sesuatu yang dapat dicapai secara instan. Peningkatan kompetensi petugas pajak juga membutuhkan proses yang memakan waktu, energi, dan sumber daya lain sebelum benar-benar berhasil memberikan manfaat dalam meningkatkan penerimaan pajak. Konsistensi dan kesabaran merupakan kunci penting, sama seperti Pandawa yang harus terbuang selama 12 tahun lamnya sebelum berhasil memperoleh kembali hak mereka. Bukankah perjuangan mesti pahit karena buahnya akan terasa manis?
Referensi:
Anas: Politik Para Sengkuni. Dapat diakses di http://nasional.kompas.com/read/2013/02/05/06142115/anas.politik.para.sengkuni
Pengertian Kompeten dan kompetensi. Dapat diakses di http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-kompeten-dan-kompetensi/
Y. Yudita Adiwijaya. 2014. Pengaruh Kompetensi Account Representative dan Independensi Account Representative Terhadap Strategi Pengamanan Penerimaan Pajak Kanwil Direktorat Jenderal Pajak DIY. Universitas Atma Jaya.
Pauline Niemirowski dan Alexander J. Wearing. 2003. Taxation Agents and Taxpayer Compliance. Journal of Australian Taxation.